TIMIKA, KOMPAS.com — Prihatin dengan kondisi dan masa depan Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika, ratusan karyawan yang tergabung dalam Pengurus Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) RSMM menggelar unjuk rasa di Kantor Bupati Mimika di Satuan Pemukiman 3 (SP-3), Distrik Kuala Kencana, Selasa (2/7/2013) siang. Mereka menuntut perbaikan fasilitas dan kejelasan masa depan rumah sakit.
Dalam orasinya, Ketua PUK-SPSI RSMM, Maria Kotorok, mendesak agar Bupati Mimika melakukan intervensi langsung terhadap persoalan yang berlangsung di RSMM. "Bupati Mimika selaku pimpinan tertinggi di Kabupaten Mimika seharusnya bisa mempertemukan semua stakeholder RSMM," tegas dia.
Para pihak terkait rumah sakit ini, sebut Maria, adalah PT Freeport Indonesia (PTFI), Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro (LPMAK), Yayasan Caritas, dan Manajemen RSMM. "Bupati juga harus bisa mendesak PTFI untuk serius memperhatikan RSMM sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan kepada warga asli setempat," imbuh Maria.
Para pengunjuk rasa mendesak bertemu langsung dengan Bupati Mimika, Abdul Muis. Namun, karena Bupati tidak berada di tempat, para pengunjuk rasa hanya diterima Asisten IV Sekda Mimika, Erens Meokbun, didampingi Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Mimika, Dionisius Mameyau.
Ditemui terpisah usai mengelar unjuk rasa, kepada Kompas.com, Maria menyampaikan bahwa Asisten IV Sekda Mimika berjanji mengagendakan pertemuan dengan Bupati Mimika. Tetapi, kata dia, pertemuan tidak dapat dipastikan hingga dua hari ke depan.
RSMM, kata Maria, adalah rumah sakit pertama di Papua dan Papua Barat yang telah terakreditasi. Tetapi, dalam praktiknya, masih banyak kekurangan di RSMM. Kekurangan itu, sebut Maria, antara lain, tak adanya privasi pasien karena dalam satu ruangan ada dua sampai tiga dokter yang menangani pasien dalam waktu bersamaan.
Belum lagi, ujar Maria, kapasitas rumah sakit juga tak mencukupi pemberian layanan untuk pasien. "Tak jarang (pasien) harus dirawat di lorong yang disekat. Bahkan, karena tingginya antrean, pasien rawat inap yang belum sembuh betul diminta untuk rawat jalan dan masih banyak lagi peralatan rumah sakit yang seharusnya sudah diperbarui," papar dia.
Dengan kondisi sekarang ini, menurut Maria, RSMM tidak membuat orang menjadi sembuh, tetapi justru sebaliknya. Selain itu, menurut Maria, pihaknya mendesak PTFI membubarkan Social Outreach and Local Development Department (SLD) karena dianggap sebagai tempat orang-orang yang memproyekkan RSMM. Maria juga mendesak dilakukan audit kepada SLD selalu penyalur dana 1 persen, LPMAK selaku pengelola dana 1 persen, Yayasan Caritas, dan Manajemen RSMM.
Aksi unjuk rasa, kata Maria, akan terus dilakukan hingga tuntutan perbaikan fasilitas dan kejelasan masa depan rumah sakit terpenuhi. "RSMM dibangun dari dana 1 persen PTFI untuk 7 suku yang dikelola LPMAK, merupakan representasi imbal balik perusahaan terhadap eksploitasi alam Papua. Karenanya, PT Freeport Indonesia harus bertanggung jawab untuk kelangsungan rumah sakit ini," tegasnya.
Informasi yang dihimpun Kompas.com, para pekerja yang tergabung dalam PUK-SPSI RSMM kembali menggelar aksi keprihatinan setelah mengetahui uang pembayaran gaji karyawan RSMM dalam 2 bulan terakhir bersumber dari pinjaman di Keuskupan Timika. Sebelumnya, pada September 2012 lalu, karyawan sempat menggelar mogok kerja menuntut perbaikan kesejahteraan karyawan, perbaikan fasilitas RS, dan mempertanyakan kelangsungan masa depan RS.
Aksi mogok hanya berlangsung beberapa hari setelah pihak LPMAK dan Yayasan Caritas menyampaikan kesanggupan untuk memberikan perbaikan dengan membangun dua gedung baru dan menaikkan upah karyawan RS. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit swasta yang dikelola oleh Yayasan Caritas yang menjadi rujukan dari sejumlah rumah sakit di Kabupaten Mimika dan sejumlah Kabupaten lain di Provinsi Papua. RSMM merupakan rumah sakit di Papua dan Papua Barat yang berstatus terakreditasi.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !