Carolina Cory Kayame disambut peluk cium dan tangis haru begitu keluar
dari pesawat Cesna Caravan PK ICY yang mendarat mulus di Bandara Paniai,
Papua, 6 Mei. Cory adalah pilot yang menerbangkan pesawat tersebut dari
Bandara Nabire. Dia tercatat sebagai perempuan asli Papua pertama yang
berhasil menjadi pilot.
Gamel Abdel Naser, Paniai
TIDAK ada lambaian tangan dari Hengky Kayame saat melepas putrinya,
Carolina Cory Kayame, di Bandara Nabire, Papua, 6 Mei. Cory akan terbang
ke Paniai. Kali ini, dia bukan terbang sebagai penumpang, melainkan
sebagai pilot pesawat Cesna Caravan PK ICY.
Pesawat yang diterbangkan Cory itu mendarat mulus di Bandara Paniai
pukul 07.27 WIT. Puluhan perempuan berpakaian adat Paniai spontan
berhamburan ke arah pesawat. Mereka menyambut Cory dengan tangis haru.
Ya, dia telah membanggakan warga Papua. Carolina Cory Kayame, anak kedua
di antara empat bersaudara putra Hengky Kayame dan Januaria Gobay
tersebut tercatat sebagai perempuan pertama Papua yang menjadi pilot.
"Jujur, saya tidak tahu harus berkata apa ketika mereka memeluk saya
menjelang take off. Mereka seperti terharu melihat ada wanita Paniai
menjadi pilot. Saya bahagia sekali," katanya.
Dia meyakini, saat dilahirkan, manusia memiliki kecerdasan yang
diberikan sang pencipta. Tinggal bagaimana manusia itu mengolah
kecerdasan tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan
sesama. Terkadang, orang merasa bahwa dirinya memiliki banyak
kekurangan, sehingga niat untuk berusaha menjadi tertahan.
Cory menunjukkan bahwa semua bisa dilakukan asal dibarengi keseriusan.
"Saya yakin, jika ada niat baik di hati, Tuhan pasti menolong," ujarnya.
Perempuan kelahiran 14 Juli 1986 di Wamena itu menapaki jalan panjang
sejak belajar di SD Santo Yusuf, Wamena. Selama dua tahun, Cory harus
menjalani kelas III di SD Negeri Inpres Hedam Abepura. Dia lalu masuk
SMP Santo Paulus Padang Bulan dan SMUN 1 Jayapura. Setelah setahun di
SMU 1 Jayapura, dirinya melanjutkan kelas II dan kelas III SMA di
Australia.
Setelah lulus SMA di Australia pada 2006, Cory mengikuti kursus bahasa
Inggris selama enam bulan. Setahun kemudian, pada 2007, dia diterima di
sekolah penerbangan di Lilydale, Australia, dengan tempat training di
MAF (mission aviation fellowship). Di tempat itu, dirinya belajar flight
training pada 2007-2009.
Akhirnya, setelah mengikuti program teknik mesin selama setahun, Cory
bisa mengikuti program test flight pada 2011. "Saya memulai dari pesawat
kecil jenis Cesna 172, Cesna 256, dan Cheroke selama training. Sekarang
saya sudah menyelesaikan semua program studi, tinggal bagaimana
mengabdi," tegasnya.
Menurut Hengky, Cory kecil takut terbang dengan pesawat. "Jika ada
guncangan kecil saja, dia pasti menjerit dan memeluk erat pinggang
ibunya," tuturnya.
Niat menjadi pilot muncul sejak Cory duduk di bangku SMA. Tiap kali
pulang kampung ke Paniai atau Wamena, dalam benaknya, terekam sulitnya
warga bepergian. Kondisi alam memaksa warga untuk menggunakan pesawat.
Padahal, ongkos naik pesawat sulit dijangkau kebanyakan warga yang hanya
petani.
Pilot perempuan itu membayangkan bila ada warga yang sakit dan tidak
bisa dirujuk hanya karena tidak punya uang untuk naik pesawat. "Saya
tidak pernah berpikir akan jadi pilot. Tapi, setelah melihat kondisi
Papua yang sulit dan terisolasi, saya berpikir tentang sesuatu yang bisa
saya buat. Saya bersyukur orang tua mendukung," paparnya.
Cory percaya jika dirinya bisa, perempuan lain di Papua juga pasti bisa.
"Jangan berhenti bermimpi. Mulailah dengan mimpi dan berusaha. Jika
saya bisa, yang lain pasti bisa," ucapnya. http://www.facebook.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar