Amerika Serikat, MAJALAH SELANGKAH -- Pemimpin-pemimpin Gereja di tanah
Papua harus bersatu dan melibatkan umatnya di LSM, SKP, kampus dan faksi-faksi
serta organ-organ pergerakan di tanah
Papua untuk secara bersama-sama menyerukan krisis kemanusiaan di tanah Papua
ke tingkat nasional dan internasional.
Pater Vincent Suparman, SCJ, Rabu
(26/06/13) kepada majalahselangkah.com
menuturkan, gereja-gereja di tanah Papua harus bersatu untuk serukan krisis
kemanusiaan di Papua. Lima uskup di
Papua dan Sinode dari gereja-gereja Kristen di Papua mesti bersatu.
"Harus
bersatu dan bangkit menyuarakan segala macam tindakan tidak manusiawi yang sedang dialami oleh umatnya di tanah
Papua."
"Selama 10
tahun melayani di pedalaman Papua, saya melihat masyarakat di sana, selain hidup menderita secara ekonomi, juga
masih hidup di bawah kekerasan dan tekanan militer Indonesia. Masa depan Papua
tidak pasti, orang Papua mau ibadah dilarang, tulis buku soal Papua dilarang,
rekam lagu Papua dilarang dan mau demo juga dilarang. Semua kegiatan kegiatan
itu dianggap makar dan diadili dengan hukuman yang tidak adil," kata Pater.
Lanjut
Pater, orang Papua sudah banyak yang korban, belum lagi penjajahan dan pembunuhan
sedang terjadi di tanah Papua. Maka, kata dia, orang Papua harus bersatu dan
berjuang untuk hidup damai di negerinya sendiri.
"Saya
melihat, sejumlah persoalan yang ada di tanah Papua itu akar masalahnya adalah sejarah bergabungnya Papua ke Indonesia," ujar Pater yang kini melayani salah satu
gereja di Fort Thompson, Amerika Serikat
ini.
Lanjut
Pater, pelanggaran HAM di Papua terjadi akibat sejarah Papua. Orang Papua klaim
sejarah Papua belum final karena penentuan pendapat rakyat (Pepera) 1969 langgar hukum
internasional. Sementara Indonesia klaim sejarah Papua sudah final melalui
Pepera.
Solusinya
menurut dia adalah melalui suatu dialog
bermartabat yang dimediasi oleh pihak ke tiga yang netral seperti yang
didorong oleh Pater Neles Tebay melalui Jaringan Damai Papua.
"Saya
pikir suara dari rakyat Papua menjadi modal para Uskup dan Vatikan untuk
mendukung," tutur Pater Vincent dari Amerikan Serikat.
Pater
tekankan,
semua orang Papua harus sayangi masa depan orang Papua sendiri. "Jangan
hanya terima kenyataan buruk terus, harus ada sikap perlawanan
menentang segala bentuk penjajahan. Hidupkan kembali semangat hidup dan kebangkitan era 1961/1962 yang
telah dipadamkan itu," tuturnya. (MS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar