Mentari bersinar terang di langit Dogiyai diatas gunung emas pada siang ketika saya duduk di pematang kolam emas, cahayanya mempesona menembus helai-helai pisang dan membias di jendela yang belum terbuka. Dogiyai terasa sedikit sama seperti hari sebelumnya, tapi setidaknya suasana liburan masih ramai berdatangan dari berbagai tanah rantauan, meraka adalah pelajar dan mahasiswa/i dari luar Papua. Dogiyai yang indah bersemi dalam toleransi agama nasrani dan budaya, sebagian orang mulai mencoba merusak keharmonisannya, tetapi istanaku kenyaman dusun Digikaimani sepertinya mulai bersahabat dengan masyarakat Dogiyai. Dogiyai yang nyaman berbeda dengan kepenatan dan kesibukan yang terjadi di kota-kota besar, penuh udara yang segar dan penuh kedamaian. orang bilang bicara Jayapura adalah bentuk mini dari negara Papua, mungkin betul, karena orang istana pikir dalam soal pembangunan Indonesia hanya Jakarta, Jawa-bali, Triliyuna rupiah disalurkan setiap tahun untuk pembangunan pantai utara jawa (Pantura), Jakarta yang pertama dan utama, maka Papua terbelakang terus-menerus dari tahun ke tahun, pantasnya beberapa daerah berjuang minta merdeka termasuk Papua.
Mungkin
lantunan lagu “Hai Tanahku Papua” tak lebih dari sekedar isu, Dogiyai tanah
airku tanah tumpah darahku. atau mungkin itulah kenyataan. dari sejak pertama
masuk tingkat satuan pendidikan dengan seragam merah putih hingga menjadi maha
dengan pakaian bebas di kampus, kita diajari bagaimana mencintai negeri ibu
pertiwi, tetapi darah mengalir darah
Papua bukan Indonesia lebih cinta tanahku Papua, kita mulai belajar berseru Dogiyai Papua tanah air saya tanah
tumpah darah saya, dulu saya pikir ini hanya isapan jempol biasa, namun
ternyata inilah fakta bagaimana saya belajar untuk merasakan kecintaan saya
pada negeri Dogiyai, kepada tanah dan air serta pengorbanan darah yang
tertumpah di alam yang indah permai lembah hijau Kamapi.
Selama
hidup di negara kolonial kita tidak diajari mencintai kekayaan negeri Papua
yang ada di bawah laut, kita tidak diajari mencintai ikan dan terumbu karang,
bahkan kita tidak diajari mencintai minyak bumi, tembaga, emas dan air Papua,
kita tidak diajari mencintai sumber kekayaan alam hayati dan energi, hasilnya
keanekarahaman hayati yang dirusak dan dicuri, dan kekayaan energi yang habis
tanpa pernah sebagian besar rakyatnya rasakan. emas di keruk asing dan Negara
Indonesia, hampir tak ada yang tersisa dari semua isi tanah dan air kita Papua.
rakyat diharuskan mencintai tanah dan air Papua, hasilnya warga negeri Papua
hanya bisa merasakan tanah longsor, air banjir bumi Papua menjadi panas dan
membuat alam marah pada rakyatnya.
Kita mulai
belajar sejak 1961 dalam heroisme perjuangan, tanah melanesia sebagai tanah
tumpah darah dimana pahlawan sedang berjuang meraih kemerdekaan. kita tidak
diajari bagaimana membangun negeri
Melanesia, kita tidak diajari bagaimana tumpah darah berarti perjuangan
meraih kesejahteraan dan pendidikan, kesehatan, tumpah darah tak diajari
bagaimana berbagai bidang pembangunan dan kesehatan yang murah. tumpah darah disamakan
bagai ratu gunung dimana darah yang
tumpah adalah untuk penyubur tanah melanesia, hasilnya setiap anak Melanesia
dalam kekuasaan di negeri Indonesia dibayar dengan darah pembunuhan, teror,
intimidasi. Jayapura dan daerah lain di Papua banjir darah saat puluhan sampai
ratusan ribu Masyarakat Papua dibantai oleh orang-orang yang mengaku TNI/POLRI
Indonesia.
Lagu
perjuangan kita ,Hai Tanahku Papua, begitu luar biasa diciptakan oleh pejuang
pendahulu kita, di negeri Melanesia apa yang kita cintai benar-benar kita
dapatkan, cintai tanah airmu, maka kau dapatkan tanah subur melanesia dan air
jernih mengalirkan emas, rasakanlah tanah Melanesia sebagai tanah tumpah darahmu
maka percayalah di tanah Papua darah akan terus tumpah sebelum kita pertaruhkan
nyawa kita untuk berjuang merebut kembali pengakuan sebagai Negara yang sudah
merdeka dan berdaulat sejak zaman Belanda dari tangan colonial Indonesia.
Dogiyai
Papua tanah tumpah darahku dan tanah tumpah darahmu saudaraku, mari kita
berjuang merebut kembali Negara kita yang sudah merdeka sejak zaman Belanda
menjajah tanah Papua. Mari kita berjuang darah dan tali pusar kita kan telah
kita kubur ditanah Papua memberi tanah Papua menjadi subur secara alami.
Cintaku hanya untukmu tanahku Papua Tanah Melanesia
Alumni Universitas Teknologi
Yogyakarta
By: Amoye Bidabi
Dogiyai, Minggu 11 November 2012
Tanah Papua yang indah
BalasHapus