Pages

Jumat, 13 Juni 2014

Dogiyai-Papua adalah Tali Pusarku


Mentari bersinar terang di langit Dogiyai diatas gunung emas pada siang ketika saya duduk di pematang kolam emas, cahayanya mempesona menembus helai-helai pisang dan membias di jendela yang belum terbuka. Dogiyai terasa sedikit sama seperti hari sebelumnya, tapi setidaknya suasana liburan masih ramai berdatangan dari berbagai tanah rantauan, meraka adalah pelajar dan mahasiswa/i dari luar Papua. Dogiyai yang indah bersemi dalam toleransi agama nasrani dan budaya, sebagian orang mulai mencoba merusak keharmonisannya, tetapi istanaku kenyaman  dusun Digikaimani sepertinya mulai bersahabat dengan masyarakat Dogiyai. Dogiyai yang nyaman berbeda dengan kepenatan dan kesibukan yang terjadi di kota-kota besar, penuh udara yang segar dan penuh kedamaian. orang bilang bicara Jayapura adalah bentuk mini dari negara Papua, mungkin betul, karena orang istana pikir dalam soal pembangunan Indonesia hanya Jakarta, Jawa-bali, Triliyuna rupiah disalurkan setiap tahun untuk pembangunan pantai utara jawa (Pantura), Jakarta yang pertama dan utama, maka Papua terbelakang terus-menerus dari tahun ke tahun, pantasnya beberapa daerah berjuang minta merdeka termasuk Papua.
Mungkin lantunan lagu “Hai Tanahku Papua” tak lebih dari sekedar isu, Dogiyai tanah airku tanah tumpah darahku. atau mungkin itulah kenyataan. dari sejak pertama masuk tingkat satuan pendidikan dengan seragam merah putih hingga menjadi maha dengan pakaian bebas di kampus, kita diajari bagaimana mencintai negeri ibu pertiwi, tetapi  darah mengalir darah Papua bukan Indonesia lebih cinta tanahku Papua, kita mulai belajar  berseru Dogiyai Papua tanah air saya tanah tumpah darah saya, dulu saya pikir ini hanya isapan jempol biasa, namun ternyata inilah fakta bagaimana saya belajar untuk merasakan kecintaan saya pada negeri Dogiyai, kepada tanah dan air serta pengorbanan darah yang tertumpah di alam yang indah permai lembah hijau Kamapi.
Selama hidup di negara kolonial kita tidak diajari mencintai kekayaan negeri Papua yang ada di bawah laut, kita tidak diajari mencintai ikan dan terumbu karang, bahkan kita tidak diajari mencintai minyak bumi, tembaga, emas dan air Papua, kita tidak diajari mencintai sumber kekayaan alam hayati dan energi, hasilnya keanekarahaman hayati yang dirusak dan dicuri, dan kekayaan energi yang habis tanpa pernah sebagian besar rakyatnya rasakan. emas di keruk asing dan Negara Indonesia, hampir tak ada yang tersisa dari semua isi tanah dan air kita Papua. rakyat diharuskan mencintai tanah dan air Papua, hasilnya warga negeri Papua hanya bisa merasakan tanah longsor, air banjir bumi Papua menjadi panas dan membuat alam marah pada rakyatnya.
Kita mulai belajar sejak 1961 dalam heroisme perjuangan, tanah melanesia sebagai tanah tumpah darah dimana pahlawan sedang berjuang meraih kemerdekaan. kita tidak diajari bagaimana membangun negeri  Melanesia, kita tidak diajari bagaimana tumpah darah berarti perjuangan meraih kesejahteraan dan pendidikan, kesehatan, tumpah darah tak diajari bagaimana berbagai bidang pembangunan dan kesehatan yang murah. tumpah darah disamakan  bagai ratu gunung dimana darah yang tumpah adalah untuk penyubur tanah melanesia, hasilnya setiap anak Melanesia dalam kekuasaan di negeri Indonesia dibayar dengan darah pembunuhan, teror, intimidasi. Jayapura dan daerah lain di Papua banjir darah saat puluhan sampai ratusan ribu Masyarakat Papua dibantai oleh orang-orang yang mengaku TNI/POLRI Indonesia.
Lagu perjuangan kita ,Hai Tanahku Papua, begitu luar biasa diciptakan oleh pejuang pendahulu kita, di negeri Melanesia apa yang kita cintai benar-benar kita dapatkan, cintai tanah airmu, maka kau dapatkan tanah subur melanesia dan air jernih mengalirkan emas, rasakanlah tanah Melanesia sebagai tanah tumpah darahmu maka percayalah di tanah Papua darah akan terus tumpah sebelum kita pertaruhkan nyawa kita untuk berjuang merebut kembali pengakuan sebagai Negara yang sudah merdeka dan berdaulat sejak zaman Belanda dari tangan colonial Indonesia.
Dogiyai Papua tanah tumpah darahku dan tanah tumpah darahmu saudaraku, mari kita berjuang merebut kembali Negara kita yang sudah merdeka sejak zaman Belanda menjajah tanah Papua. Mari kita berjuang darah dan tali pusar kita kan telah kita kubur ditanah Papua memberi tanah Papua menjadi subur secara alami.
Cintaku hanya untukmu tanahku Papua Tanah Melanesia
Alumni Universitas Teknologi Yogyakarta
                                                                                                By: Amoye Bidabi
Dogiyai,  Minggu  11  November  2012


1 komentar: